top of page

Mimbar Nuruddin Zanki: Pengingat “Hadiah Minyak” untuk Pembebasan Masjidil Aqsha


ree

Oleh: Faris Irfanuddin

 

Pada tanggal 21 Agustus 1969—tepat 56 tahun lalu—turis ekstremis Zionis dari Australia membakar Masjidil Aqsha. Akibatnya, banyak peninggalan bersejarah Islam terbakar, antara lain mimbar Nuruddin Zanki yang sudah berada di sana sejak tahun 1187 M. Mimbar Nuruddin bukan semata rangkaian kayu tua berusia ratusan tahun, tetapi ia adalah contoh teladan konkret seorang Muslim dalam mengamalkan hadis Rasulullah ﷺ tentang mengirimkan hadiah untuk Masjidil Aqsha.

 

عَنْ مَيْمُونَةَ مَوْلَاةِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ! أَفْتِنَا فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ؟ قَالَ: «أَرْضُ الْمَحْشَرِ وَالْمَنْشَرِ، ائْتُوهُ فَصَلُّوا فِيهِ، فَإِنَّ صَلَاةً فِيهِ كَأَلْفِ صَلاَةٍ فِي غَيْرِهِ» قُلْتُ: أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ أُطِقْ أَنْ أَتَحَمَّلَ إِلَيْهِ؟ قَالَ: «فَتُهْدِي لَهُ زَيْتًا يُسْرَجُ فِيهِ، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَهُوَ كَمَنْ أَتَاهُ

 

Dari Maimunah, maulah Nabi ﷺ, ia berkata: Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, berikanlah fatwa kepada kami tentang Baitul Maqdis. Beliau menjawab: ‘Itu adalah tanah tempat dikumpulkan dan dibangkitkan (hari kiamat). Datangilah ia dan salatlah di dalamnya karena satu salat di sana sama dengan seribu salat di tempat lain.’ Aku bertanya lagi: ‘Bagaimana jika aku tidak sanggup berangkat ke sana?’ Beliau menjawab: ‘Maka, kirimkanlah hadiah minyak untuk lampunya agar dapat dinyalakan di sana. Barang siapa melakukannya, maka ia seperti telah mendatanginya.’” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad (no. 26818), Abu Dawud (no. 457), Ibnu Majah (no. 1407), dan disahihkan oleh Al-Albani dalam Sahih al-Jami‘ (no. 3566)

 

Mimbar bersejarah itu adalah pengingat sekaligus pengikat sejarah perjuangan pembebasan pada masa lalu agar siapa pun dari kaum Muslimin yang melihatnya seketika tersadar akan tanggung jawabnya terhadap Masjidil Aqsha. Karena ada ingatan dan ikatan perjuangan yang lekat pada mimbar tersebut.

 

Nuruddin Zanki memberikan perintah menyiapkan mimbar itu sejak tahun 1168 M, sekitar 19 tahun sebelum pembebasan Masjidil Aqsha pada tahun 1187 M. Perintah itu adalah bentuk kesungguhan niat Nuruddin dalam memperjuangkan pembebasan Masjidil Aqsha. Kemudian, Allah ‘Azza wa Jalla memberikan ketetapan Nuruddin wafat sebelum hadiah itu ia berikan langsung pada Masjidil Aqsha. Namun, Allah ‘Azza wa Jalla juga menetapkan hadiah itu diterima oleh Masjidil Aqsha dan bertahan hingga 782 tahun.

 

Mimbar Nuruddin adalah hadiah dari seorang pejuang pada hal yang ia perjuangkan. Mimbar tersebut adalah wujud pengamalan “hadiah minyak” dari Nuruddin.

 

Sepanjang sejarah pembebasan Masjidil Aqsha, “hadiah minyak” mewujud dalam beragam bentuk. Setiap nyawa syuhada yang gugur adalah “hadiah minyak”. Setiap tetes darah para pejuang adalah “hadiah minyak”. Setiap karya dari para ulama tentang perjuangan Masjidil Aqsha adalah “hadiah minyak”. Minyak wangi yang disiapkan ummahat Diyar Bakr adalah “hadiah minyak”. Apa pun bentuk wujudnya, “hadiah minyak” adalah tentang menyiapkan sesuatu yang dibutuhkan baik saat maupun setelah pembebasan Masjidil Aqsha. Sama seperti Nuruddin yang tak sempat memberikan hadiahnya langsung, tetapi yang pasti hadiah itu tetap sampai.

 

Tujuan mengingat peristiwa pembakaran mimbar Nuruddin adalah agar generasi kaum Muslimin ingat kembali tentang hadis “hadiah minyak” untuk Masjidil Aqsha. Lantas, ingatan itu membuat dia menjadi terikat dengan Rasulullah ﷺ dan perjuangan pembebasan Baitul Maqdis, dengan ikatan kuat berupa “hadiah minyak” yang akan ia siapkan. Puncaknya, ingatan dan ikatan itu mengkristal menjadi niat sungguh-sungguh untuk menyiapkan hadiah terbaik bagi pembebasan Masjidil Aqsha pada masa sekarang. 

 
 
 

Komentar


bottom of page